HADIST TENTANG ETOS KERJA
A. Pekerjaan
yang paling baik
عَنْ رِفَعَةٍ بْن رَافِعٍ اَنَّ النَّبِىَ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ اَىُّ اْلكَسَبِ اَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ
الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيِّعٍ مَبْرُوْرٌ ( رَوَاهُ اْلبَزَار وَصَحَحَهُ
الحَكِيْم )
“Dari
Rifa’ah bin Rafi’ berkata bahwa Nabi Muhammad SAW ditanya tentang usaha yang
bagaimana dipandang baik?. Nabi menjawab: Pekerjaan seseorang dengan tangannya
dan setiap perdagangan yang bersih dari penipuan dan hal-hal yang diharamkan.”
(HR. Al-Bazzar dan ditashihkan Hakim).
Pembahasan
1. : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِه maksud ungkapan ini ialah
pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan tangannya sendiri (tenaganya)
sendiri, seperti pertukangan kayu, tukang batu, tukang besi, dan sebagainya),
pertanian (bertani, berkebun, nelayan dan sebagainya).
2. كُلُّ بَيِّعٍ
مَبْرُوْرٌ : maksud ungkapan ini ialah
perdagangan yang bersih dari tipu daya dan hal-hal yang diharamkan. Artinya ada
unsur penipuan seperti sumpah palsu untuk melariskan barang dagangannya dan
barang yang perdagangkan itu haruslah barang-barang yang diperolehkan menurut
hukum agama dan hukum negara dengan transaksi memenuhi syarat serta rukunnya
(ash-shon’ani, 3-4).
3. Cara-cara
untuk memperoleh harta secara sah dapat dilakukan dengan banyak cara. Ada yang
melalui tanpa usaha, separti mendapat warisan, hibah (pemberian) dan shadaqah.
Ada juga yang melalui usaha jasa, seperti menjadi karyawan, buruh, pelayan,
tenaga profesional (teknisi, praktisi, pendidik dan peneliti) dan sebagainya.
Ada juga melalui usaha bekerja sendiri, seperti berdagang, bertani, berkebun,
menjadi nelayan dan sebagainya.
Al-Khuli
dalam kitabnya al-adab an-Nabawi mengemukakan bahwa dari berbagai cara untuk
memperoleh harta yang diutarakan di atas maka cara yanng lebih utama adalah
usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri. Hal ini dinyatakan Nabi SAW dalam
hadis yang lain, dari Miqdam r.a yang diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud,
Nasa’i dan perawi hadist lainnya, bahwa Nabi SAW bersabda :
مَا
اَكَلَ اَحَدٌ طَعَامَا قَطٌ خَيْرًا مِنْ اَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلٍ بِيَدِهِ,
وَاَنَّ النَّبِى الله دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَم كَانَ يَأْكَلُ مِنْ عَمَلِ
يَدِهِ
“Tidaklah
seseorang makan sesuap makanan lebih baik daripada ia makan dari hasil kerja
tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud a.s adalah makan dari hasil kerja
tangannya sendiri.”
Seseorang
berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja keras
menggunakan tangannya sendiri, memeras keringat dan energidari badannya
kemudian memakan hasilnya, sudah tentu lebih baik dari makanan hasil dari yang
baersumber peninggalan warisan, pemberian atas kemurahan seseorang atau sedekah
yang diberikan kepadanya karena belas kasihan. Karena usaha seseorang mencari
nafkah dengan memeras tenaga, mencucurkan keringat itu akan berfaedah sehingga
kalau ia makan apa yang dimakannya menjadi terasa enak, dan makanan itu dicerna
dengan cepat dan mudah oleh pencernaan sehingga berguna bagi kesehatan tubuh.
Demikianlah dijelaskan Al-Khuli dalam mensyarahkan hadis ini.
4.
Selain dari hasil kerja tangan sendiri lebih baik dalam memenuhi kebutuhan
hidup, juga hadis Nabi SAW di atas mengemukakan bahwa termasuk usaha yang
terbaik dalam memenuhi kebutuhan hidup adalah perniagaan yang bersih dari
penipuan dan hal-hal yang diharamkan. Kalau Nabi Daud a.s mencari nafkah
melalui usaha bekerja dengan tangannya, dalam sejarah beliau diceritakan
sebagai pandai besi, maka Nabi Muhammad SAW kita kenal dalam sejarah bahwa
beliau adalah seorang pedagang. Jadi dari petunjuk hadis ini jelaslah bahwa
usaha perdagangan termasuk usaha yang utama dalam pandangan agama. Bagi orang
yang beriman, kaum muslimin sudah tentu Rasulullah Saw adalah teladan yang
utamadan sunnah beliau adalah ikutan bagi umatnya. Menurut kalangan ulama hadis(muhadditsin) bahwa
yang dikatakan sunnah diangkat menjadi Rasul, tetapi juga sunnah beliau,
prilaku beliau sebelum menjadi Rasul (‘Ajjaz al-Khatib 1975: 27). Jadi
berdasarkan pemikiran kalangan ahli hadis ini maka pekerjaan Nabi Saw ketika
masa muda sebagai pedagang merupakan sunnah yang patut diikuti.
5.
Ash-Shon’ani mengemukakan bahwa dengan ungkapan (yang terbaik) adalah artinya
yang paling halal dan paling berkat. Jadi secara nyata hadis ini menunjukkan
bahwa usaha yang paling halal dan berkat itu adalah usaha tangannya sendiri,
kemudian baru usaha perniagaan menunjukkan usaha dengan tangan sendiri itu
lebih utama. Hal ini sejalan dengan hadis Miqdam di atas. Walaupun demikian
para ulama tetap berbeda pendapat tentang usaha yang paling utama. Di antara
tiga macam usaha yang bersifat pokok sebagaimana dikemukakan al-Mawardi yaitu
pertanian, perdagangan dan industri. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa usaha
yang terbaik itu adalah usaha pertanian karena usaha tersebut lebih dekat
kepada tawakkal. Dan karena pertanian itu membawa manfaat bukan hanya kepada
manusia secara umum, tetapi juga kepada binatang-binatang. Di samping itu usaha
pertanian termasuk kepada usaha yang dilakukann dominan dengan tangan.
B. Larangan Meminta-minta
عَنْ
اِبْنُ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ رَسُوْلُ اللهَ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : قَالَ وَهُوَ عَلىَ اْلِميْبَرِ وَذَكَرَ الصَّدَقَةِ وَالتّعْفُفَ
وَالْمَسْئَلَةَ اْليَد اْلعُلْيَا خَيْرُ مِنَ اْليَدِ السُّفْلَى فَاليَّدُ
اْلعُلْيَا هِىَ اَلْمُنَفِقَةُ وَالسُّفْلىَ هِىَ السَّائِلَةُ ( اَخْرَجَهُ
اْلبُخَارِى فىِ كِتَابِ الزَّكَاةِ )
“ Dari Umar r.a bahwasannya
Rasulullah SAW bersabda dari atas mimbar mengajak para orang kaya untuk
bershadaqoh dan mengajak para fakir miskin untuk memelihara kehormatan
(martabat) diri serta mencela pekerjaan meminta-minta. Beliau mengatakan bahwa
tangan yang di atas (pemberi shadaqoh) lebih mulia dari tangan yang di bawah
(peminta-minta).” (Dikeluarkan oleh Bukhari dalam kitab Zakat)
Pembahasan
1. Istilah tangan yang di atas
dipahami dari hadis tersebut maksudnya ialah orang yang memberi infaq/shadaqoh
sedangkan “tangan yang di bawah” maksudnya ialah orang yang meminta-minta
(mengemis) mengharapkan belas kasihan orang. Sejalan dengan hadis ini dalam
hadis hadis yang lain dari Hakim bin Hizam bahwa Nabi SAW bersabda :
اَلْيَدُ
اْلعُلْيَا خَيْرُ مِنَ اْليَدِ السُّفْلَى, وَابْدَا بِمَنْ
تَعُوْلُ وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظُهْرِ غِنَى وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ
يَعْفِهِ اللهُ وَمَنْ يَسْتَغْنَ يُغْنِيْهِ الله ( رَوَاهُ الْبُخَارِى )
“Tangan yang di atas lebih
baik dari tangan yang di bawah, mulailah dengan orang yang engkau beri
kecukupan belanja (yang menjadi tanggunganmu), dan sebaik-baiknya shadaqoh yang
diberikan setelah setelah mencukupi keperluan yang menjadi kewajiban yang
bersedekah. Barang siapa meminta belas kasihan, Allah menjadikan dirinya tetap
kondisimengharap belas kasihan, dan barang siapa menuntut kecukupan Allah akan
beri kecukupan padanya.” (H.R Bukhari).
Hadis
ini menjelaskan bahwa kita sebagai orang yang tangannya di atas hendaklah lebih
dahulu memulai atau mendahulukan pemberiannya kepada keluarga setelah itu
barulah kepada yang lain. Di samping itu didalam hadis itu dijelaskan bahwa
Allah akan mencukupi seseorang yang menuntut atau bertekad menjadikan dirinya
berkecukupan tidak mau meminta belas kasihan orang lain. Ungkapan ini dapat
dipahami bahwa sangatlah bijak dan dianjurkan bagi orang kaya atau yang
berkecukupan agar memberi kepada yang miskin dengan pemberian yang dapat
menjadi modal usahanya untuk dia dapat menjadi orang yang mempunyai usaha
sehingga pada saatnya nanti ia tidak lagi menjadi orang yang meminta-minta
(mengharap belas kasihan orang).
2.Perbuatan suka memberi atau
enggan meminta-minta dalam memenuhi kebutuhan hidup, sangatlah dipuji oleh
agama. Hal ini jelas dikatakan Nabi SAW dalam hadis di atas bahwa Nabi mencela
orang yang suka meminta-minta (mengemis) karena perbuatan tersebut merendahkan
martabat kehormatan manusia. Padahal Allah sendiri sudah memuliakan manusia,
seperti terungkap melalui firman-Nya :
وَلَقَدْ
كَرَمْنَا بَنِى اَدَم َوَحَمْلنَاهُمْ فىِ اْلبَرِّ وَاْلبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ
مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلاً
( سُوْرَةُ اْلإِسْرَاء : 70
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami
angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami berikan mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Q.S Al-Isra’ :
70).
Hadis ini juga memotivasi manusia agar
mencari nafkah memenuhi kebutuhan hidup haruslah berusaha dengan bekerja dalam
lapangan kehidupan yang ia mampu kerjakan, baik itu berupa bertani, berdagang,
bertukang, menjadi pelayan dan sebagainya. Jangan sekali-kali mencari nafkah
dari hasil meminta-minta sebagai pengemis jalanan. Jadi hadi ini sangat erat
hubungannya dengan hadis pokok bahasan pertama yang menyatakan bahwa usaha
terbaik dalam memenuhi kebutuhan hidup adalah usaha yang dilakukan dengan
tangan sendiri.
Demikiankah juga hadis ini memberi isyarat
bahwa agama Islam menyuruh umatnya bekerja untuk mendapatkan rezeki. Islam
sangat menilai jelek dan rendah martabat perilaku menjadi pengemis, untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja mencari kayu bakar kemudian dijual adalah
lebih baik daripada mengemis. Hal ini dinyatakan Nabi dalam salah satu
sabdanya, hadis dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah bersabda :
لِاَنْ يَطُبَ اَحَدُكُمْ جَزْمَةً عَلىَ ظَهْرِهِ
خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَسْأَلَ اَحَدٌ فَيُعْطِهِ اَوْ يَمْنَعُهُ ( اَخْرَجَهُ
اْلبُخَاِرىْ مِنْ كِتَابِ اْلبُيُوْعِ(
“sesungguhnya bahwa
seseorang di antara kamu yang bekerja mencari kayu bakar, diikatkan di
punggungnya kayu itu (guna memikulnya) adalah lebih baik daripada dia
meminta-minta yang kemungkinan diberi atau tidak diberi.” (Hadis ini
dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab al-Buyu’).
C. Mukmin
yang Kuat Dapat Pujian
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ, قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْمُؤْمِنُ اْلقَوِى خَيْرُ وَاَحَبُّ اِلىَ اللهُ مِنَ
الْمُؤْمِنُ اْلضَّعِيْفِ, وَفىِ كُلِّ خَيْرٍ اِحْرِصْ عَلىَ مَا يَنْفَعُكَ
وَاَسْتَغْنِ باللهِ وَلاَ تَعْجِرُ وَاَنْ اَصَابَكَ شَيْئٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ
عَنِّى فَعَلْتُ كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا, وَلَكِنَّ قُلْ قَدَّرَ الله
وَمَاشَاءَ اللهُ فَعُلَ, فَإِنْ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلُ الشَّيْطَانِ ( اَخْرَجَهُ
مُسْلِم )
“ Dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW telah
bersabda : Orang mu’min yang memiliki keimanan yang kuat lebih Allah cintai
daripada yang lemah imannya. Bahwa keimanan yang kuat itu akan menerbitkan
kebaikan dalam segala hal. Kejarlah (sukailah) pekerjaan yang bermanfaat dan
mintalah pertolongan kepada Allah. Janganlah lemah berkemauan untuk bekerja.
Jika suatu hal yang jelek yang tidak disenangi menimpa engkau janganlah engkau
ucapkan : Seandainya aku kerjakan begitu, takkan jadi begini, tetapi katakanlah
(pandanglah) sesungguhnya yang demikian itu sudah ketentuan Allah. Dia berbuat
apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya ucapan “seandainya” itu adalah pembukaan
pekerjaan setan.” (Hadis dikeluarkan Muslim).
Pembahasan
1. Hadits ini mengisyaratkan
bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan tentang tiga hal, yaitu :
1)
menguatkan keimanan,
2) rakuslah untuk berbuat yang bermanfaat, dan
3) mohon pertolongan kepada Allah.
Di
samping itu beliau melarang berbuat dua hal, yaitu :
1)
lemah, dan
2)
menyesali apa yang telah menimpa diri dari sesuatu yang tidak disukai, sehingga
mengatakan : “ Seandainya aku lakukan begitu, tak akan terjadi begini.”
2. Dalam hadits dinyatakan
: وَفىِ كُلِّ خَيْرٍ maksudnya
bahwa keimanan yang kuat pada diri seseorang akan menciptakan kebaikan dalam
segala hal. Sebab dari iman yang sempurna (benar dan kuat) akan mendorong
seseorang berbuat yang baik, yang sudah tentu akan berakibat yang baik bagi
kehidupannnya. Oleh sebab itu al-Khuli dalam mensyarahkan hadis ini berpendapat
bahwa iman itu menjadi pengawal kebahagiaan di dunia dan di akhirat, bila
diikuti dengan perbuatan baik (amal saleh).
3. Dalam
hadis ini Rasulullah SAW memerintahkan orang mu’min agar rakus (menyukai,
mengerjakan) pekerjaan yang bermanfaat. Oleh sebab itu seseorang yang beriman
haruslah bersikap tidak akan membiarkan waktu atau kesempatan yang dimiliki
yang ia dapat menggunakan kesempatan itu berlalu tidak dimanfaatkan. Seorang
mu’min yang baik dan bijak tentulah akan menggunakan kesempatan yang ada dengan
sebaik-baiknya, mengisinya dengan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat, seperti
berusaha mencari rezeki, harta untuk keperluan dan kebahagiaan hidup, mencari
posisi dan kedudukan yang layak dalam percaturan kehidupan ini, atau menunutut
ilmu yang bermanfaat untuk bekal perjuangan hidup, atau menggunakan kesempatan
yang ada untuk beramal dan beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sehubungan dengan ini Rasulullah SAW pernah
memperingatkan dalam salah satu sabdanya yang berarti : “ada dua nikmat yang
sering dilupakan oleh kebanyakan manusia, yaitu nikmat kesehatan dan nikmat
adanya kesempatan (H.R Bukhari dan Ibnu Abbas).
Dalam
sebuah hadis Rasulullah bersabda :
مَنْ
حُسْنِ اِسْلاَمُ الْمَرْءِ تَرْكَهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ ( رَوَاهُ التِّرْمِذِى
وَاَبُوْ هُرَيَّرةَ )
“Di antara
kebagusan perilaku keislaman seseorang adalah meninggalkan pekerjaan yang tidak
berguna baginya.” (H.R Turmudzi dan Abu Hurairah).
4. Perintah
Nabi SAW dalam hadis ini, yang ketiga adalah agar minta pertolongan kepada
Allah SWT sangat penting. Nabi mengingatkan kita tentang perintah ketiga ini,
disebabkan dalam kehidupan ini kita tidak akan luput dari kesulitan-kesulitan.
Memang Allah menciptakan kehidupan untuk menguji manusia menilai siapa yang
paling baik amalnya.
` 5. Setelah
Nabi memerintahkan agar seorang mu’min menguatkan iman, rakus untuk berbuat hal
yang bermanfaat dan meminta pertolongan kepada Allah SWT, maka sejalan dengan
itu Nabi SAW melarang seorang mu’min bersikap lemah. Hal ini diungkapkan Nabi
dengan kata-kata yang dimaksud dengan “lemah” di sini sudah tentu tidak lepas
dari hubungan perintah sebelumnya yaitu lemah dalam hal keimanan, lemah dalam
hal kerakusan untuk berbuat yang bermanfaat dan lemah dalam hal pertolongan
kepada Allah. Kelemahan yang demikian ini mengakibatkan lemah dalam kemauan
atau kurang berkembang untuk bekerja, beraktivitas yang bermanfaat. Al-khuli
dalam kitabnya al-Adab an-Nabawimenyatakan bahwa kurang kemauan
membawa akibat seseorang menjadi pemalas. Sifat lemah dalam kemauan dan pemalas
sangat tidak disukai Rasul. Hal ini dapat diketahui adanya do’a yang diucapkan
Nabi SAW dengan ungkapan :
اَللَّهُمَّ
اِنِّى اَعُوْذُبِكَ اْلعَجْزِ وَاْلكَسْلِ
“Ya Allah sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mu dari lemah (kemauan) dan pemalas”.
6. Larangan
yang kedua yang dinyatakan Nabi SAW dalam hadis ini adalah menyesali
sesuatu musibah atau sesuatu yang tidak disukai yang telah terjadi menimpa
diri, sehingga ia sampai berucap : “seandainya aku lakukan itu, niscaya akan
terjadi apa yang aku harapkan ,” atau dengan ucapan lain seperti : “seandainya
aku tidak lakukan itu, tidaklah akan terjadi begini.”
Nabi
saw melarang hal yang demikian ini disebabkan sikap yang dialami menandakan
tidak menganggap bahwa musibah yang dialami itu sudah kehendak Allah SWT yang
tidak seorangpun dapat menolak atau merubahnya. Sungguh mustahil kehendak yang
telah ditentukan Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu dapat ditolak
kemauan hamba-Nya. Mustahil ketentuan yang sudah ditempatkan Allah SWT kepada
hamba-Nya itu akan dapat dibatalkan dengan usaha yang baru akan dilakukan. Jadi
perkataan “seandainya” itu adalah sia-sia bahkan kata Nabi SAW sikap yang
demikian ini membukakan pekerjaan setan, yakni setan dengan mudah untuk
menyesatkan aqidah hamba Allah SWT itu.
rahmat2845367@gmail.com