Topografi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Topografi secara ilmiah artinya adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan objek lain seperti planet, satelit alami (bulan dan sebagainya), dan asteroid.
 Dalam pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan saja, tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan bahkan kebudayaan lokal(Ilmu Pengetahuan Sosial).
 Topografi umumnya menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi jenis lahan. Penggunaan kata topografi dimulai sejak zaman Yunani kuno dan berlanjut hingga Romawi kuno, sebagai detail dari suatu tempat. Kata itu datang dari kata Yunani, topos yang berarti tempat, dan graphia yang berarti tulisan.
 Objek dari topografi adalah mengenai posisi suatu bagian dan secara umum menunjuk pada koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan garis bujur, dan secara vertikal yaitu ketinggian
. Mengidentifikasi jenis lahan juga termasuk bagian dari objek studi ini. Studi topografi dilakukan dengan berbagai alasan, diantaranya perencanaan militer dan eksplorasi geologi. Untuk kebutuhkan konstruksi sipil, pekerjaan umum, dan proyek reklamasi membutuhkan studi topografi yang lebih detail.

Teknik topografi

Survei secara langsung

Survei membantu studi topografi secara lebih akurat suatu permukaan secara tiga dimensi, jarak, ketinggian, dan sudut dengan memanfaatkan berbagai instrumen topografi.
Meski penginderaan jarak jauh sudah sangat maju, survei secara langsung masih menjadi cara untuk menyediakan informasi yang lebih lengkap dan akurat mengenai keadaan suatu lahan.

Penginderaan jarak jauh

Penginderaan jarak jauh adalah studi mengenai pengumpulan data bumi dari jarak yang jauh dari area yang dipelajari.
Penginderaan jarak jauh dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan satelit, radar, radar inframerah, seismogram, sonar, dan lain-lain.


 TOPOGRAFI ATAU RELIEF
Daerah dengan topografi terlalu tinggi, terlalu miring, dan terlalu bergelombang, seperti daerah pegunungan dan dataran tinggi cenderung lebih sulit berkembang dibandingkan dengan daerah yang memiliki topografi relatif datar seperti di daerah dataran rendah.
Berbagai usaha pertanian di daerah yang mempunyai topografi kasar akan sulit berkembang, misalnya Swiss, Austria, Tibet, Nepal, serta kawasan di sepanjang Pegunungan Andes (Amerika Selatan). Sebaliknya dataran rendah seperti Cina, tanah rendah di Inggris, dan kawasan prairie di Amerika Serikat mempunyai topografi yang baik untuk pertanian.
 Konfigurasi garis pantai juga merupakan jenis topografi yang berpengaruh pada kegiatan manusia, misal pantai berteluk-teluk (fyord) di Norwegia menguntungkan dalam usaha perikanan.

FUNGSI-FUNGSI TOPOGRAFI

Topografi merupakan gmbaran variabilits permukaaan bumi, yang biasanya berasosiasi dengan ciri-ciri bentuk permukaan seperti varisi relief suatu daerah. Untuk menggambarkan secara lebih sederhana dapat digunakan pengertian-pengertian bentang lahan, seperti perbukitan, lembah dan dataran. Topografi suatu wilayah dapt digambarkan dalam SIG dengan data elevasi digital. Data ini terdiri dari sejumlah besar titik elevasi yang menyebar di seluruh daerah yang digambarkan. Titik-titik ini umumnya diorganisasikan sebagai grid titik sebagai bentuk raster dari organisasi tersebut. Alternatif penyajian lain adalah TIN ( Triangulated Irregular Network) yang menggunakan sistem vektor yang mempunyai satuan terkecil berupa faset segitiga. Dalam suatu TIN, jaringan faset segitiga diturunkan dari SIG atau dari perangkat titik-titik contoh elevasi (dari pengukuran di lapang atau GPS) yang kemudian dapat dimanipulasi sebagai poligon atau vektor dari elevasi, lereng, aspek dan parameter lain yang dapat ditetapkan pada atribut poligon. 
                Topografi dapat dipergunakan untuk mempelajari data selain elevasi. Berbagai ciri-ciri yang mempunyai perubahan nilai kontinyu pada suatu daerah dapat ditampilkan sebagai suatu permukaan sehingga dinamika proses di permukaan tersebut dapat dipahami. Data geologi, aerogmatik, dan geokimia sering ditampilkan sebagai suatu bidang permukaan. Contoh lain adalah tingkat kebisingan di sekitar bandar udara, atau tingkat polusi dalam suatu danau juga dapat digambarkan sebagai permukaan topografi. Aplikasi fungsi topografi sangat banyak dipakai saat ini untuk keperluan pemetaan polusi di daerah industri atau daerah pertanian intensif. 
                  Fungsi topografi dipakai untuk memperhitungkan nilai-nilai tertentu. Kebanyakan fungsi-fungsi topografi menggunakan tetangga-tetangganya untuk menandai terain local. Parameter terain yang palinh sering dipakai adalah lereng dan aspek, yang dihitung dengan menggunakan elevasi data dari berbagai titik berdekatan. 
                  Lereng didefinisikan sebagai besarnya perubahan elevasi dibandingkan ke panjang bidang datar. Aspek adalah arah lereng menghadap yang biasanya dinyatakan dalam derajat sudut antara 0 sampai 360. konsepnya, perhitungan lereng dan aspek pada suatu titik dapat dibayangkan sebagai ketepatan suatu bidang kenilai elevasi dari lingkungannya. Kemiringan dan arah bidang adalah lereng dan aspek dari titik tersebut. Pada gambar 6-23, lereng dapat dihitung kearah-X dan arah Y, atau kea rah maksimum. Arah maksimum ini disebut juga gradient. 
                   Lereng biasanya diukur dalam derajat atau persentase perubahan elevasi dibagi jarak horizontal bersangkutan. Sedangkan aspek didefinisikan dari sudut horizontal, yang biasanya diukur dalam derajat azimuth,yang merupakan sudut yang dibentuk dari pergerakan jarum jam dari uatara (gambar 6-24). Sudut vertical atau sudut elevasi adalah sudut positif yang diukur dari horizontal ke suatu garis yang digambar tegak lurus ke permukaan. Sudut ini adalah 900 dikurangi dengan besarnya gradient.
Lereng dan aspek juga umum dipakai untuk keperluan lain selain elevasi. Pengukuran lereng biasanya juga dipakai untuk analisis gravitasi dan aeromagnetic pada bidang geologi. Pada penentuan daerah pemukiman nilai lereng dapt dihitung sebagai biaya pegelolaan lahan. Tingginya nilai lereng dapat menunjukkan adanya perubahan biaya yang berhubungan langsung dengan jarak. Daerah tertentu dapt juga menggambarkan zona potensi konflik atau untuk keperluan investasi. Fungsi topografi lain yang penting adalah iluminasi, model pandangan samping, dan pangdangan perspektif.

FAKTOR  PENGARUH TERHADAP POLA PERSEBARAN PERMUKIMAN
Terjadinya keanekaragaman pola persebaran permukiman sebagai wujud dari persebaran penduduk yang tidak merata Hal ini akan menimbulkan terjadinya pelbagai masalah yang bervariasi pula di antara wilayah satu dengan wilayah lainnya, balk bagi kehidupan penduduk beserta lingkungannya saat ini, maupun bagi rencana pengembangan permukiman itu sendiri pada mass mendatang. Oleh karenanya, pemahaman lewat penelitian yang mendasar mengenai bagaimana pola persebaran permukiman yang ada pada saat ini beserta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya suatu pola persebaran permukiman merupakan suatu usaha yang penting dan dapat mendukung landasan pola berfikir pemecahan masalah permukiman pada mass mendatang.
Persebaran permukiman mempunyai kaftan erat dengan persebaran penduduk. Persebaran penduduk membentuk persebaran permukiman, dengan pola-pola persebaran permukiman yang bervariasi.
Shryock, et al. (1971) mengemukakan bahwa persebaran permukiman dipengaruhi oleh Mini (suhu dan curah hujan); topografi
bentuk lahan, sumberdaya alam; hubungan keruangan; faktor budaya; serta faktor demografi. Secara garis besar terjadinya pola permukiman menurut Shryock tersebut dipengaruhi oleh faktor fisik balk alarm maupun buatan, faktor sosial-ekonomi, dan faktor budaya manusia atau penduduk.
Faktor-faktor pengaruh tersebut menurut Singh (1969) yang menerapkan dalam penelitiannya pola permukiman di salah satu bagman daerah di India, hanya ditekankan pada faktor fisik, sejarah, tradisi, dan sosial ekonomi, dengan perincian sebagai berikut:
 faktor fisik mencakup relief, sumber air, jalur drainase, dan kondisi tanah-, faktor sosial ekonomi meliputi tata guns lahan, penyakapan tanah, rotasi tanaman, transportasi dan komunikasi, serta kepadatan penduduk,
faktor sejarah dan tradisi seperti sejarah terbentuknya permukiman, kebiasaan penduduk melakukan migrasi, maupun kebiasaan penduduk yang mengacu kepada adat dalam kaitannya dengan membangun tempat tinggal.

              Dalam hal ini terlihat, bahwa terbentuknya pola permukiman banyak dipe ngaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks, tetapi mencerminkan adanya kecende-rungan faktor alam menentukan terhadap kegiatan manusia- Jelas hal tersebut sudah banyak yang tidak berlaku, mengingat kemampuan manusia dalam mengadaptasikan diri
dengan lingkungan sangat dominan, sebagai akibat kemajuan teknologi.
Seperti yang dikemukakan oleh Pacione (1984) bahwa pola permukiman merupakan cerminan penyesuaian penduduk terhadap lingkungan alam, seperti topografi, iklim dan tanah. Tingkat penyesuaian tersebut sangat tergantung pada faktor-faktor sosial ekonomi dan kultur penduduknya_ Dengan demikian, pola tempat kediaman penduduk terbentuknya akan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan alam, keadaan sosial ekonomi, serta keadaan budaya mereka.

   Beberapa faktor pengaruh terhadap persebaran permukiman antara lain:
A.        Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap compact rural settlement:
Daerah-daerah yang memiliki tanah-tanah subur, dapat mengikut tempat kediaman penduduk dalam satu kelompok.
Daerah-daerah dengan relief yang sama, misalnya dataran-dataran rendah menjadi sasaran penduduk untuk bertempat tinggal.
Daerah-daerah dengan permukaan air tanah yang dalam menyebabkan adanya sumur-sumur yang sangat sedikit, karena pembuatan sumur-sumur itu akan memakan biaya dan waktu yang banyak. Dengan demikian maka sebuah sumber air, dalam hal ini sumur menjadi pemusatan penduduk.
Daerah-daerah dimana keadaan keamanan belum dapat dipastikan, balk karena gangguan binatang maupun gangguan suku bangsa yang sedang bermusuhan dapat berpengaruh terhadap timbulnya pengelompokan tempat kediaman.

B.        Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fragmented rural settlement:
 Daerah-daerah banjir dapat merupakan pemisah antara permukiman perdesa an satu dengan lainnya.

Daerah-daerah dengan topografi kasar menyebabkan rumah penduduk desa tersebar.
Permukaan air tanah yang dangkal memungkinkan pembuatan sumur-sumur di Setiap tempat, sehingga perumahan penduduk dapat didirikan dengan pemilihan tempat yang ada.
               Dalam kaitannya dengan pola permukiman tersebut, Pacione (1984) mengemukakan bahwa permukiman yang memusat dipengaruhi oleh faktor kebutuhan akan keamanan atau pertahanan, ikatan keluarga atau marga, kelang-kaan air, kebiasaan dari sistem pembagian waris, datar ekonomi dari hasil pertanian, politik, agama atau ideologi. Sebaliknya untuk permukiman yang tersebar, dipengaruhi oleh faktor-faktor kurang pentingnya pertahanan, kolonisasi yang dilakukan oleh keluarga-keluarga secara individu berdasarkan hubungan darah maupun wilayah, pertanian yang bersifat pribadi, melon perbukitan atau pegunungan, persediaan air yang dangkal, dan penyebaran yang disengaja oleh pemerintah.
             Demikian pula Singh (1971), mengklasifikasikan pola permukiman desa atas: compact type, semi compact type dan dispersed type. Faktor-faktor yang mempengaruhi tipe permukiman memusat antara lain permukaan lahan yang datar, lahan yang subur, curah hujan yang relatif kurang, kebutuhan akan kerjasama, ikatan sosial-ekonomi, agama atau kepercayaan, kurangnya keamanan waktu yang lampau, tipe pertanian, lokasi industri dan mineral. Untuk tipe permukiman tersebar berhubungan dengan topografi yang kasar, keanekaragaman kesuburan lahan, curah hujan dan air permukaan yang melimpah, keamanan waktu yang lampau dan susunan kasta Disamping itu dinyatakan, bahwa pola permukiman dipengaruhi oleh lingkungan fisi kal, seperti relief, sumber air, jalur drainase, kondisi lahan serta kondisi sosial ekonomi, seperti tats guna lahan, penyakapan lahan, rotasi tanaman, prasarana trans­portasi dan komunikasi serta kepadatan penduduk (Wuryanto Abdullah dan Su Rito Hardoyo, 1981).
               Pendapat dan pernyataan di atas menunjukkan adanya tiga kelompok penting dalam pola permukiman, yakni pola mengelompok, pola acak dan pola tersebar merata Selain itu, tampak pula bahwa relief, kesuburan lahan dan sumber air, merupakan komponen lingkungan alam yang dominan dalam mempengaruhi pola permukiman, di samping kondisi sosial-ekonomi dan kebudayaan, seperti tata guns lahan, tipe pertanian, penyakapan lahan, prasarana transportasi dan komunikasi, kepadatan penduduk, lokasi mineral dan industri, keamanan, politik, sistem pembagian waris dan agama atau ideologi.
Ditinjau dari letak ketinggian wilayah, tampak faktor ini mempunyai hubungan yang erat dengan kualitas lahan. Dengan pernyataan lain, semakin meningkatnya letak ketinggian tempat, - menyebabkan semakin berkurangnya lahan-lahan datar.
 Sandy (1977) menyatakan bahwa di sekitar ketinggian sama dengan atau lebih besar dari 100 meter, biasanya topografi lebih kasar daripada di bawahnya- Dengan demikian berarti, bahwa semakin meningkatnya letak ketinggian tempat di suatu wilayah, maka semakin meningkat pula kekasaran topografinya. Sebaliknya, dari letak ketinggian tempat ini lebih bar yak menunjukkan, bahwa keadaan permukaan air sumur semakin dalam dengan semakin meningkatnya letak ketinggian tempat, sehingga kemungkinan untuk terjadinya pengelompokan permukiman secara teratur maupun penyebaran secara teratur sangat kecil. Oleh karena itu, dengan semakin meningkatnya letak ketinggian tempat pada suatu wilayah, pola permukiman semakin tersebar secara tidak teratur.
Adanya tekanan penduduk terhadap lahan pertanian yang semakin mendesak di daerah pedesaan, mengakibatkan kebutuhan akan lahan pertanian yang lebih besar. Hal ini memaksa, prang atau penduduk untuk menduduki lahan-lahan yang tadinya tidak diperuntukkan bagi permukiman maupun usaha pertanian.   
Di pihak lain, memaksa penduduk untuk semakin meningkatkan lahan-lahan garap-annya seefektif mungkin. Keadaan ini mendorong para. penggarap untuk berusaha mendekatkan tempat tinggalnya dengan masing-masing lahan garapannya, sehingga mendorong pula untuk tumbuhnya permukiman-permukiman baru bagi lahan pertanian yang terlalu jauh.
 Sejalan dengan pernyataan Sandy 1977), bahwa kemampuan untuk menempuh jarak di pedesaan, ditentukan oleh kemampuan seseorang untuk berjalan kaki. Dengan demikian, adanya perluasan lahan pertanian dan peningkatan efektivitas kerja, yang disebabkan tekanan penduduk terhadap lahan pertanian dapat mempengaruhi terhadap penyebaran pola permukiman.